Bencana alam merupakan peristiwa yang akan menyebabkan rasa takut dan cemas bagi kita semua, masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang rawan bencana. Bencana alam yang terjadi di Indonesia sebut saja banjir bandang, gempa bumi dan tsunami. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia bisa dikategorikan rawan bencana. Hal ini dikarenakan letak geografis dan hidrometeorologi Indonesia yang menimbulkan cuaca ekstrim dan juga merupakan negara kepulauan yang terletak para pertemuan empat lempeng tektonik.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau yang disingkat BNPB sejak awal tahun sampai November 2022 sudah ada sekitar 3000 peristiwa bencana alam di seluruh Indonesia. Setiap orang bisa menjadi korban bencana alam, tak terkecuali dengan penyandang disabilitas dan juga Orang Yang Pernah Mengalami Kusta atau disingkat OYPMK.
Korban bencana alam tentu saja dapat menimpa seluruh lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak, ibu hamil, lansia bahkan para penyandang disabilitas. Kita tidak dapat menghindari apabila terjadi bencana alam. Tentu saja pertolongan tanggap bencana harus benar-benar diperhatikan, apalagi jika salah satu korban bencana alam adalah penyandang disabilitas.
Ruang Publik KBR, Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta yang bekerja sama dengan NLR Indonesia, kembali menyelenggarakan talkshow, dimana kali ini mengangkat tema mengenai Penanggulangan Bencan Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas dan OYPMK. Hal ini bertepatan sekali dengan bencana alam di Cianjur yang baru-baru ini terjadi yaitu pada 21 November 2022 lalu.
Dengan dipandu oleh Rizal Wijaya sebagai host pada talkshow live di Youtube yang diselenggarakan oleh Ruang Publik KBR pada tanggal 29 November 2022, maka para penonton mendapat wawasan baru bagaimana seharusnya bersikap ketika bencana alam terjadi.
Acara yang berlangsung live ini dihadiri oleh dua orang narasumber yang berkompeten di bidangnya. Bapak Pangarso Suryotomo sebagai Direktur Direktorat Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dimana saat dilangsungkannya talkshow, beliau sedang berada di lokasi bencana Cianjur.
Narasumber kedua adalah Bapak Bejo Rianto, Ketua Konsorsium Peduli Disabilitas dan Kusta (PELITA). Pak Bejo merupakan penyandang disabilitas yang berdomisili di Bantul, Yogyakarta.
Berikut beberapa point yang bisa diambil dari para narasumber yang bisa dijadikan edukasi bagi kita semua mengenai penanggulangan bencana inklusif bagi penyandang disabilitas dan OYPMK.
Bejo Rianto, Ketua Konsorsium Peduli Disabilitas (PELITA)
Bisa dibilang, Pak Bejo ini merupakan satu dari sekian penyandang disabilitas yang terkena dampak bencana. Sebagai seorang wirausahawan di bidang konveksi, Pak Bejo berdomisili di Bantul, Yogyakarta dimana seperti yang kita ketahui di tahun 2006 terjadi gempa bumi yang menimbulkan banyak korban.
Menurut Pak Bejo, bencana terjadi karena kita tidak siap. Pak Bejo bercerita ketika tsunami terjadi di tahun 2006 di Aceh, beliau sampai tidak berani untuk mengunci pintu di rumah. Namun justru ketika gempa bumi terjadi di Yogyakarta, pintu rumah Pak Bejo justru terkunci.
Pak Bejo tinggal di daerah yang hanya berjarak 1 km dari pusat gempa, bahkan ketika terjadi gempa, beliau sampai terlempar beberapa meter. Pikirannya saat bencana terjadi hanyalah bagaimana cara menyelamatkan diri sendiri. Yang pak Bejo lakukan hanyalah berlari untuk selamat dari bencana gempa bumi dan tak paham bagaimana langkah awal menghadapi ketika gempa terjadi.
Rasa panik pasti ada namun Pak Bejo tidak punya kemampuan dan kapasitas apabila ingin menolong korban bencana lain di sekitarnya. Beliau sendiri merupakan penyandang disabilitas yang mungkin harus mendapat pertolongan pertama ketika bencana alam terjadi.
Mengenai konsorsium yang diketuai oleh Pak Bejo, beliau menceritakan bahwa konsorsium PELITA merupakan wadah bagi para disabilitas dan OYPMK yang idenya berdiri setelah terjadinya bencana alam. Pak Bejo dan rekan-rekan berinisiatif untuk melakukan sosialisasi dan edukasi terkait mitigasi bencana kepada para penyandang disabilitas dan OYPMK. Bahkan di Yogyakarta sendiri sudah dibentuk Difagana, artinya Difabel Tanggap Bencana.
Drs Pangarso Suryotomo, Direktur Direktorat Kesiapsiagaan BNPB
Pria yang akrab dipanggil Pak Papang ini, tentu saja sedang sibuk dalam menangani bencana alam yang terjadi di Cianjur. Bahkan saat talkshowl berlangsung, beliau sedang bertugas di lokasi bencana alam Cianjur.
Adapun bencana alam di Indonesia pada umumnya yang terjadi berupa gempa bumi, banjir, tanah longsor dan gelombang abrasi. Tentu saja kita harus siap ketika terjadi bencana alam walau sebenarnya tidak ingin bencana tersebut terjadi. Seperti apa yang disampaikan oleh Pak Papang, Indonesia sendiri termasuk ke dalam 10 negara dengan korban bencana alam terbesar di dunia. Sungguh suatu hal yang memprihatinkan dan harus mendapatkan penanganan yang lebih serius agar korban jiwa tak makin bertambah.
Diharapkan masyarakat bisa kembali ke rumah apabila rumahnya masih bisa ditempati. Walau mungkin ada trauma yang dialami oleh masyarakat akibat gempa bumi tersebut. Di Indonesia sendiri terdapat 56.000 desa, dimana 80% merupakan wilayah rawan bencana.
Semua orang akan menjadi korban ketika bencana alam terjadi, baik itu warga dengan fisik yang normal maupun warga penyandang disabilitas dan OYPMK. Namun bencana itu datang ketika masyarakat justru tidak siap. Faktor yang mampu menyelamatkan seseorang ketika bencana alam datang adalah dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan.
Oleh sebab itu BNPB membentuk Desa Tanggap Bencana yang didalamnya terdapat para relawan yang akan siap siaga ketika bencana alam terjadi. Selain itu juga ada program peningkatan kapasitas untuk para relawan.
Disabilitas punya 3 hak ketika terjadi bencana, sesuai dengan Peraturan Kepala BNPB Nomor 14 Tahun 2014 yaitu:
- Pertolongan
Penyandang disabilitas dan OYPMK berhak untuk mendapatkan pertolongan ketika bencana alam terjadi.
- Partisipasi
Disabilitas sendiri tidak mau disebut sebagai objek tapi mereka ingin menjadi subjek yang artinya ikut berpartisipasi untuk membantu di setiap bencana alam yang terjadi.
Setiap bencana akan memunculkan disabilitas baru. Akan ada double disability, bahkan triple disability. Diharapkan penyandang disabilitas akan memberi motivasi dan semangat bagi penyandang disabilitas baru akibat bencana alam yang terjadi. Sebagai contoh 156 orang menjadi disabilitas baru karena gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006.
- Perlindungan
Bencana alam tentu akan menimbulkan rasa takut bagi sebagian orang, tak terkecuali penyandang disabilitas dan OYPMK. Penyandang disabilitas berhak untuk mendapat perlindungan ketika terjadi bencana alam.
Penutup
Adanya talkshow mengenai penanggulangan bencana inklusif bagi penyandang disabilitas dan OYPMK sangat memberi manfaat bagi para peserta yang menontonnya, terutama membuka pola pikir masyarakat bahwa penyandang disabilitas juga ingin terlibat dalam penanggulangan bencana.
Penyandang disabilitas juga bisa berdaya di tengah-tengah terjadinya bencana alam.
Semoga bermanfaat.
Posting Komentar untuk "Penangggulangan Bencana Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas dan OYPMK: Edukasi Untuk Lebih Tanggap Bencana"